Sejarah Kain dan Industri Tekstil: Dari Dunia Hingga Indonesia

Sejarah Kain dan Industri Tekstil: Dari Dunia Hingga Indonesia

Sejarah Kain dan Tekstil - Sekarang ini semua orang memakai pakaian. Dari harga yang murah atau mahal, umum atau mewah, generik atau merek ternama. Hal ini menunjukkan bahwa pakaian sangatlah penting bagi manusia. 

Namun meskipun pakaian penting bagi banyak orang, banyak orang tidak mengetahui bagaimana sejarah kain dan tekstil. 

Di bawah ini adalah sejarah kain dan tekstil terlengkap dari dunia hingga Indonesia yang harus dibaca setiap orang agar mengetahui bagaimana informasi perkembangan sejarah kain dan indistri tekstil terlengkap dari masa ke masa. 

Yuk, disimak!

Sejarah Kain dan Tekstil di Masa Purba

Sejarah kain paling awal berasal dari periode prasejarah era Pleistosen, di mana hominid awal, homo heidelbergensis mengenakan bentuk pakaian paling awal. 

Para ahli percaya bahwa kain primitif berasal dari 100.000 hingga 500.000 tahun yang lalu. Sementara itu Jarum jahit berasal dari 50.000 hingga 60.000 tahun yang lalu di sekitar Siberia modern, Afrika Selatan, Slovenia, Rusia, Cina, Spanyol, dan Prancis. 

Beberapa serat yang diwarnai paling awal ditemukan di gua-gua yang berusia lebih dari 30.000 tahun yang lalu di Georgia. Artefak tekstil lainnya, seperti pengukur jaring, jarum spindel, dan tongkat tenun, ditemukan di peradaban kuno 5000 tahun Sebelum Era Umum.

Kain dan tekstil menjadi lazim di jaman dahulu, terutama pada peradaban kuno di India, Mesir, Cina, Afrika sub-Sahara, Eurasia, Amerika Selatan, dan Afrika Utara dan Timur. Semuanya memiliki beberapa alat produksi tekstil, yakni alat tenun lusi dan alat tenun dua balok. Keduanya digunakan hingga periode Abad Pertengahan. 

Di zaman Perunggu mulailah muncul kebangkitan produksi pakaian di India dan Timur Tengah. Orang Eropa menggunakan Jalur Perdagangan Jalur Sutra yang terkenal yang menyebarkan pengetahuan dan bahan tekstil dari Cina ke Mesir dan kemudian ke Roma. 

Pada jaman Besi terbukti menjadi periode transisi yang efektif ke Abad Pertengahan. Ikat pinggang kulit, tunik dan rok wol tenunan, celana panjang, dan gaun adalah pakaian umum. Sepatu kulit bahkan melindungi kaki dari elemen luar.

Sejarah Kain dan Tekstil di Masa Abad Pertengahan

Memasukin Abad Pertengahan, kain dan tekstil menjadi barang yang menonjol karena penggunaan pewarna dan cetakan secara massal. 

Di Eropa abad pertengahan awal (sekitar 400 hingga 1100 Masehi), gaya berpakaian bergantung pada lokasi geografis, kain, dan tujuan. 

Kaum Frank, Anglo-Saxon, dan Visigoth mengenakan pakaian praktis, seperti tunik, ikat pinggang, celana panjang yang terlihat, atau legging. Sementara itu di Romawi, di sisi lain, masih memakai tunik panjang dan pakaian tradisional Romawi lainnya. Sutra dan kain impor lainnya menjadi bahan populer di kalangan bangsawan dan elit atas. 

Kelas atas mengenakan pewarna, pola, dan dekorasi bordir pada pakaian mereka untuk melambangkan kekayaan dan status mereka. Kelas bawah dan pekerja dalam sistem feodal mengenakan barang-barang wol tenunan lokal yang tidak diwarnai, polos.

Periode Abad Pertengahan Tinggi (sekitar 1100-1400 Masehi), menyaksikan perubahan wol dan proses pencelupan. Sementara kelas bawah masih mengenakan pakaian tradisional dan polos yang sama seperti sebelumnya, Tentara Salib membawa kembali pengetahuan tentang tekstil halus, kapas Mesir, dan sutra. Ini terbukti sangat populer di kalangan bangsawan dan bangsawan yang sering mengenakan brokat tenun Italia atau sutra Ottoman atau Cina. 

Perubahan politik dan budaya pada tahun 1400-an di Timur Dekat dan Eropa menandai perubahan drastis dalam mode. Tali, kancing, jahitan melengkung, dan bentuk awal menjahit memungkinkan perubahan yang lebih besar dalam pakaian dan gaya.

Sejarah Kain dan Tekstil di Renaisans Dan Pencerahan

Sejarah kain terus berlanjut pada masa Renaisans dan pencerahan, terutama dari tahun 1400-an hingga 1700-an. Pada masa itu, mode dan gaya pakaian mulai bertumbuh. Semakin banyak orang mengenakan barang-barang yang diwarnai dan desain yang kompleks rumit.

Adapun pilihan kain secara umum terbuat dari kain wol. Bahkan saking familiarnya, kain wol merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Inggris saat itu. Pasalnya Inggris mengekspornya ke seluruh penjuru Eropa. Hal ini dikarenakan kain wol memiliki varian warna yang beragam, seperti merah, emas, biru, dan hijau. 

Saat itu, produksi sutra juga tumbuh, karena negara-negara Eropa kurang bergantung pada sutra Cina atau Ottoman dan mulai menenun mereka sendiri. Selain bangsawan, kelas lain juga mulai memakai kain mewah saat ini.

Mode Spanyol memiliki pengaruh besar pada tren mode Eropa lainnya selama abad ke-15 dan ke-16. Hitam menjadi warna formal yang dapat dikenali dan renda gelendong adalah metode tekstil yang disukai. Menariknya, kemeja dan kerah kali ini menampilkan ruff yang memperlihatkan ruffle di sekitar garis leher. 

Meski begitu, tren mode Inggris dan Spanyol berbeda dari gaya Prancis dan Italia saat itu.

Selain itu, Eropa bukan satu-satunya wilayah yang memanfaatkan kain dan tekstil selama periode Renaisans dan Pencerahan. Di Mughal India, kain muslin dan kain khusus berbahan dasar kapas lainnya merupakan sebagian besar perdagangan internasionalnya dan sekitar 95% impor Inggris dari daerah tersebut. 

Itu sangat berharga sehingga, pada 1700-an, kain India dikirim ke Amerika dan Timur Jauh. Di Amerika Utara pra-kolonial, suku asli menggunakan serat tumbuhan alami dan kulit dari kulit binatang untuk membuat pakaian mereka. Pedagang Eropa awal menghargai kulit berang-berang, terutama karena kehangatan dan kenyamanannya.

Sejarah Kain dan Tekstil di Masa Kolonial Dan Revolusi Industri

Pada abad ke-18, pakaian dipakai sebagai pakaian lengkap, untuk menunjukkan pakaian formal dan pakaian sehari-hari. Untuk kaum pria biasanya mengenakan mantel, rompi, dan celana panjang, sedangkan wanita mengenakan pannier dan gaun yang terbuat dari chintz, katun, dan kain muslin yang dicetak.

Sementara itu, di Abad ke-19, terutama masa Revolusi Industri, kain dan tekstil mulai diproduksi secara mekanis dan massal. 

Dengan menggunakan tenaga dari kincir air dan mesin uap, mesin-mesin mulai memproduksi kain. Tak hanya itu, penenunan yang biasanya memakai tangan juga mulai ditinggalkan dan beralih ke mesin agar dapat meningkatkan kecepatan produksi. 

Di masa ini juga, mesin jahit juga keluar agar mempercepat produksi pakaian. Kemajuan dalam transportasi, seperti kapal uap, kanal, dan rel kereta api, menurunkan biaya pengiriman dan jangkauan produk. Konsumen dapat membeli barang-barang yang lebih murah dari tempat yang lebih jauh, daripada barang-barang lokal yang lebih mahal. 

Secara signifikan, pabrik tekstil dan pakaian juga mengizinkan perempuan meninggalkan tugas dan pekerjaan rumah tangga. Dengan demikian, revolusi industri mengubah ketersediaan pakaian dan kain serta struktur domestik dengan peluang ekonomi baru bagi perempuan.

Nah seperti itulah sejarah kain dan tekstil selama masa kolonial dan Revolusi Industri.

Sejarah Kain dan Tekstil di Indonesia

Lalu bagaimana dengan sejarah kain dan tekstil di Indonesia? Bagaimana kain bisa ditemukan di Indonesia? Sejak kapan awal mulanya? 

Dari penyusuran yang ada di internet, tidak ada data yang menyebutkan kapan sejarah kain dan tekstil di indonesia bisa dimulai. Akan tetapi banyak sumber percaya bahwa masyarakat Indonesia memiliki keahlian dalam menenun dan menjahit pakaiannya sejak kerajaan Hindu. 

Saat itu, kain diproduksi ke dalam bentuk kerajinan, seperti kain tenun dan kain batik. Keduanya hanya berkembang di dalam Istana kerajaan, karena hanya digunakan untuk digunakan sendiri atau seni pertunjukan.

Seiring perkembangan jaman, sejarah kain dan tekstil di Indonesia mulai memasuki industri perumahan terutama pada 1929. Hal ini ditandai dengan munculnya alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang biasa dikenal sebagai Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang dikembangkan oleh Daalennoord pada 1926. TIB Gethouw sendiri memproduksi beberapa tekstil seperti sarung, lurik, kain panjang, sabuk, dan selendang.

Pada 1939, TIB Gethouw mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan munculnya Alat Tenun Mesin (ATM). Penggunaan ATM mulai pertama kali digunakan pada 1939 di Majalaya-Jawa Barat. Pasalnya 4 tahun sebelum kehadiran ATM, daerah Majalaya mendapat pasokan listik yang cukup besar. Di masa ini, sejarah kain dan tekstil di Indonesia mulai memasuki jaman perubahan yang pesat.  

Berlanjut pada 1960-an, sejarah kain dan tekstil di Indonesia mulai memasuki dunia industri. Saat itu, Industri kain dan tekstil coba diorganisir oleh pemerintah Indonesia, dengan cara meresmikan Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil. Para pengurusnya ditetapkan dan diangkat secara langsung oleh Menteri Perindustrian Rakyat. 

Hal ini tak lepas munculnya Organisasi Perusahaan Sejenis di dunia industri tekstil, seperti  OPS Tenun Mesin, OPS Tenun Tangan, OPS Perajutan, OPS Batik dan lain sebagainya. 

Kemudian pada 1965, tepatnya pada masa pemerintahan Orde Baru, OPS dan GPS akhirnya dilebur menjadi satu nama, yakni OPS Tekstil. 

Pada 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi; Printer’s Club atau biasa disebut Textile Club; perusahaan milik pemerintah (Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim), dan Koperasi (GKBI, Inkopteksi).

Sayangnya selama periode 1970 hingga 1985, pertumbuhan industri tekstil Indonesia lamban serta terbatas. Hal ini tak lepas karena Industri Tekstil hanya mampu memenuhi pasar domestik terutama segmen pasar menengah ke bawah.

Setahun kemudian, industri tektil di Indonesia mulai bertumbuh pesat. Hal ini tak lepas dari efektifnya regulasi pemerintah terutama pada ekspor non-migas. Dampaknya iklim perdagangan tekstil di Indonesia menjadi lebih kondusif.

Selain itu, industri Tekstil di Indonesia mampu memenuhi standard agar dapat menembus pasar ekspor, terutama pada segmen pasar kelas menengah atas atau dunia fashion.

Hingga 1997, kinerja ekspor industri Tekstil di Indonesia terus meningkat dan menjadi komoditi primadona. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa Tekstil merupakan industri yang strategis dan bisa diandalkan sebagai penghasil devisa negara sektor non-migas. 

Sayangnya ketika memasuki kerusuhan Mei 1998 dan era reformasi 2002, kinerja ekspor tekstil nasional menurun drastis. Banyak pedagang tekstil harus bertahan (survive) dalam periode ini.

Setahun kemudian, perindustrian tekstil mulai memasuki periode normalisasi. Upaya ini mendapatkan tantangan besar terutama sulitnya investasi untuk produksi dan iklim perdagangan yang masih belum kondusif.

Hingga sekarang, industri tekstil di Indonesia masih terus bertahan hidup. Apalagi ketika pandemi Covid 19 melanda. Akan tetapi, meskipun dihimpit kesulitan tersebut industri tekstil terutama toko kain terdekat masih tetap bertahan.

Misalnya saja, Toko Kain Mulia yang ada di Madiun. Toko yang berdiri sejak 1995 ini mulai merambahk ke dunia digital. Mereka membuka beberapa di beberapa marketplace seperti Tokopedia dan Shopee.

https://www.tokopedia.com/tokokainmulia
Toko Kain Mulia

Nah begitulah sejarah kain dan industri tekstil dari dunia hingga indonesia. Semoga informasi ini dapat membantu Anda. 

Posting Komentar